Harapan Pertumbuhan Bisnis Kendaraan Listrik di Indonesia

Ketika badai covid datang memang banyak memakan korban jiwa. Namun, disisi lain polusi udara berkurang. Cuaca sangat cerah, udara menjadi bersih bahkan itu terjadi di kota-kota besar.

Biasanya setiap hari sulit untuk melihat langit yang cerah karena ditutupi awan kelabu yang berasal dari kendaraan bermotor.

Namun setelah covid mereda dan aturan PPKM dilonggarkan, masyarakat kembali ke aktivitas semula. Disatu sisi hal ini membuat perekonomian kembali stabil, namun disisi lain pencemaran udara akibat kendaraan bermotor kembali terjadi seperti biasanya.

Untuk mengatasi polusi udara, sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik.

Namun hingga saat ini peredaran kendaraan listrik masih sedikit apalagi jika dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar minyak. Semoga kedepannya pertumbuhan kendaraan listrik di dunia bisa dipercepat agar mengatasi masalah polusi udara ini.

Perbandingan Kendaraan BBM dan Kendaraan Listrik

Sampai saat ini penggunaan kendaraan BBM masih mendominasi dibandingkan dengan kendaraan listrik. Hal ini terjadi karena kemudahan-kemudahan yang bisa dilakukan oleh kendaraan BBM. Lalu bagaimana perbandingan keduanya ?, mari coba kita bahas.

1. Hemat Biaya

Penggunaan kendaraan BBM memang jauh lebih banyak dibandingkan kendaraan listrik. Namun ternyata kendaraan listrik jauh lebih ekonomis dibandingkan kendaraan BBM.

Hal ini sudah dibuktikan dengan melakukan percobaan perjalanan dari Jakarta menuju Bali menggunakan kendaraan BBM maupun listrik.

Dengan penggunaan kendaraan listrik merek Hyundai Ioniq rute Jakarta-Bali diperlukan pengisian daya listrik sebanyak 3-4 kali. Dengan biaya Rp 2.466/KWh dan kapasitas daya 35 KW, berarti Rp 2466 x 35 KW x 4 kali pengisian = Rp 345.240. Jadi biaya pengisian kendaraan listrik Jakarta-Bali membutuhkan sekitar Rp 345.240,-.

Lalu bagaimana dengan kendaraan BBM ?. Untuk menempuh perjalanan Jakarta-Bali BBM yang diperlukan sebanyak 115 liter. Misallkan BBM yang digunakan adalah pertlite yang saat ini harganya Rp 7.650,- per liter, maka 115 liter x Rp 7.650 = Rp 879.750,-.

Jadi biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan rute Jakarta-Bali penggunaan BBM harus merogoh kocek lebih dalam sekitar Rp 879.750. Dengan begitu penggunaan mobil listrik jauh lebih ekonomis dan lebih hemat biaya.

2. Jumlah Station 

Saat ini memang jumlah SPBU jauh lebih banyak dibandingkan charging station sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan BBM untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

Namun diharapkan dimasa depan jumlah charging station bisa meningkat agar pertumbuhan penggunaan mobil listrik juga meningkat.

3. Waktu Pengisian

Kendala lain yang menghampiri mobil listrik adalah soal waktu pengisian daya listrik. Biasanya untuk fast charging mengisi daya hingga 50 KW diperlukan waktu sampai 6 jam. Kalau mau lebih cepat dengan metode ultra fast charging pun waktu yang diperlukan mencapai 1 jam lebih.

Baca juga: Manfaat Menggunakan Aplikasi Pemantau Baterai

Berbanding terbalik dengan Kendaraan BBM, yang hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk pengisian BBM di SPBU. Hal ini membuat untuk perbandingan waktu pengisian, penggunaan kendaaran BBM lebih hemat waktu dibanding kendaraan listrik.

4. Masalah Lingkungan

Dampak lingkungan yang ditimbulkan kendaraan BBM menyebabkan meningkatnya polusi dan pencemaran udara. Sementara kendaraan listrik menjadi solusi atas masalah lingkungan ini, sehingga diharapkan pertumbuhan kendaraan listrik dapat dipercepat.

Kendaraan Listrik di Indonesia

Bagaimana bisnis kendaraan listrik ini berjalan di Indonesia ?. Di Indonesia sendiri tingkat penggunaan kendaraan listrik masih sangat rendah.

Salah satu alasannya disebabkan oleh kurangnya charging station di Indonesia. Hal ini membuat masyarakat kesusahan jika ingin mengisi daya.

Akan tetapi Indonesia dinilai memiliki masa depan yang cerah soal pertumbuhan kendaraan listrik ini. Soalnya bahan baku yang digunakan untuk kendaraan listrik ini adalah nikel.

Sementara Indonesia merupakan salah satu produsen penghasil nikel terbesar di dunia, jauh diatas Filipina, Rusia, dan Australia. Hal ini membuat optimisme tinggi dalam percepatan kenaikan tingkat penggunaan kendaraan listrik di Indonesia.

Upaya yang dilakukan

Untuk mempercepat pertumbuhan kendaraan listrik, diperlukan langkah-langkah agar mimpi ini bisa terwujud. Salah satunya dengan mendirikan IBC (Indonesia Battery Corporation) untuk pengelolaan industri baterai.

Hal ini bertujuan agar Indonesia suatu hari nanti bukan hanya sekedar ekspor barang mentah saja, tetapi juga menjadi pemain utama industri baterai di dunia.

Lalu dua perusahaan raksasa LG dan Hyundai yang telah berinvestasi di Indonesia sebesar Rp 142 T untuk pertambangan nikel hingga melakukan produksi kendaraan listrik. Belum lagi Contemporary Amperex Technology (CATL) telah berinvestasi Rp 86 T untuk mega proyek ini.

Selain itu PT PLN memberikan diskon 30% bagi pemilik kendaraan listrik ketika mengisi daya dengan menggunakan metode home charging khusus pengisian daya dari jam 10 malam hingga 5 pagi.

Tujuannya untuk menaikkan penggunaan konsumsi listrik pada malam hari serta menambah jumlah populasi kendaraan listrik di Indonesia.

Disisi lain jasa transportasi online berbasis aplikasi seperti gojek, grab, dan maxim juga diharapkan untuk memulai penggunaan kendaraan listrik. Begitu juga dengan transportasi umum seperti bus yang kabarnya sudah mengoperasikan unit busnya dengan pengisian daya listrik.

Semua ini dilakukan agar pertumbuhan kenaikan kendaraan listrik bisa lebih cepat. Mungkin dimulai dari beberapa kota sebagai percobaan lalu menyebar ke kota-kota lainnya di Indonesia.

Begitu juga yang berada di luar negri, diharapkan pemerintah luar juga mulai mempertimbangkan untuk migrasi ke kendaraan listrik, supaya tingkat pencemaran udara bisa ditekan dan bumi menjadi lebih sehat.

Posting Komentar untuk "Harapan Pertumbuhan Bisnis Kendaraan Listrik di Indonesia"